Terkadang aku
merindukan apa yang dinamakan rindu. Seperti apa rasanya, aku sudah
lupa. Aku menghabiskan diriku untuk melupakan apa yang namanya rindu.
Aku berhenti mengharapkan apa yang disebut rindu. Aku lelah dengan
yang namanya rindu. Aku mengubur rasa rindu hingga kedasar tempat
yang tak ingin aku rengkuh kembali. Hingga akhirnya perlahan dia
datang. Membuat aku harus menerima kembali apa yang namanya rindu.
Ku lihat seorang
laki-laki duduk diatas sepeda motornya, sesekali dia melirik jam
ditanganya. Aku perhatikan dari jauh, dia cukup berubah, aku mencoba
mengingat seperti apa dia dulu, dia yang dulu masih mengenakan
seragam putih biru, terlihat samar-samar karena memang dulu kita tak
begitu akrab walaupun satu kelas. Perlahan ku hampiri dia, dia nampak
kaget namun setelah itu dia tersenyum pada ku. Tampak brewok tipis
menghias bibirnya, aku pun membalas senyumannya dan tanpa ku sadari
itulah awal aku terjebak rindu.
Aku bersandar di
tepi jendela, tercium aroma tanah yang ditinggalkan sang hujan kepada
bumi, Terlihat guratan pelangi di sisi langitnya, pelangi itu
seperti kamu, indah namun tak nyata. Ya! kamu tak cukup nyata bagiku.
Mengenalmu membuatku berjalan tanpa ujung, tanpa akhir, tanpa tujuan.
Mengenalmu membuatku meraba-raba dengan gelap. Ketika aku terbiasa
dengan kehadiranmu, seketika juga kamu pergi. Kini aku harus kembali
mengubur rasa rindu, bahkan lebih dalam dari sebelumnya dan aku yakin
akan datang waktu dimana kamu yang begitu aku rindu akan menjadi
biasa saja karena daun yang jatuh dikepalamu diam-diam kuberi nama
rindu.