Senin, 30 Januari 2012

Kematian di Dalam Kehidupan

Diposting oleh Raissa Indah Hanjani di 23.22
Raja langit redup dan tenggelam masuk kembali kedalam singgasanannya. Namun disudut hingar bingar kota yang tak pernah mati, terlihat sesosok wanita yang sedang mendekap erat buah hatinya. Siksaan hidup yang menderanya membuat raut wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Banyaknya garis kerutan diwajahnya yang rapuh menandakan sebanyak itu pula derita yang ia rasakan. Kulitnya yang terbakar api matahari menandakan bahwa ia tak punya sandaran dalam hidupnya. Tubuhnya yang ringkih hanya terbalut kain kumal yang tak layak untuk seorang manusia. Tak ada yang peduli padanya! Bahkan seolah tak ada yang tahu bahwa ia ada di dunia ini. Mungkin mereka anggap, dia hanyalah kerikil kecil yang dapat tertendang kesana kemari, terlempar dan terinjak hingga dia menjerit dan terluka! namun tetap tak ada yang peduli padanya bahkan untuk mendengarnya saja, mereka pura-pura tak mendengar. Disekitar hidupnya yang ada hanya kebisingan yang sunyi. Ia ingin menangis menumpahkan semua deritanya namun air matanya tak dapat mengalir seakan telah habis sebagai saksi betapa dunia telah menyiksa dan membuangnya. Ia terluka menahan perih melihat anaknya tak berdaya dalam pelukannya. Ia harus berjuang sendirian ditengah kerasnya hidup yang kejam terhadap siapapun yang tak kuat. Dia sudah tak punya apa-apa. Hanya jiwa yang ia miliki.Dia tak ingin seperti ini! dia tak ingin dianggap sebagai sampah yang menjijikan! Dia telah berusaha untuk lepas dari jeratan siksa, dia telah berjuang melawan takdir untuk mendapatkan kelayakan hidup, tapi apa daya tubuhnya yang ringkih sudah tak sanggup untuk menahan derita batin.



Apa yang ia rasakan saat ini sangat berbalik seratus delapan puluh derajat dengan apa yang dirasakan oleh para penguasa negri. Perutnya yang melilit perih dan menahan sakit menandakan tak ada sesuatupun yang masuk kedalam lambungnya namun itu semua berbanding terbalik dengan perut–perut buncit para penguasa rakus yang hanya diisi oleh pundi-pundi uang rakyat tanpa mereka ingin tahu apa yang dirasakan rakyat. Air mata darah yang setiap detik ia teteskan, berbeda dengan darah para penguasa! yang ada di setiap aliran darah mereka hanyalah ambisi yang tak pernah puas mengejar tahta dan kedudukan untuk kepentingan semata. Rakyat hanya untuk dijadian tumbal kekuasaan. Jadi jangan salahkan kalau rakyat pesimis, jangan salahkan pula jika rakyat menjadi sinis, rakyat tidak pernah butuh janji manis yang hanya akan berakhir dengan cara sadis.  


Tiba-tiba anaknya merintih...,merintih kesakitan. Anaknya belum makan sejak kemarin. Dan kini yang ada ditangannya hanyalah sekepal nasi sisa yang ia dapatkan dari seogok sampah tadi pagi. Hanya ini yang ia punya untuk makan anaknya. Ia suapkan sesuap nasi ke dalam mulut anaknya dengan penuh kasih sayang. Belum sempat nasi itu masuk kedalam kerongkongan kecil anaknya, nasi itu telah termuntahkan kembali dari mulutnya yang pucat . Ia rasakan seluruh tubuh anaknya semakin tak berdaya. Ia letakan dengan lembut anaknya pada selembar koran bekas yang ia temukan tadi pagi. Kemudian ia mencari sungai untuk membasahi sebuah kain yang telah kumal. Ia basuh wajah anaknya dengan penuh cinta. Andai saja ia bisa menukar keadaan, biarlah ia yang merasakan derita. Tapi apa daya ia tak kuasa. Ia gendong anaknya dan di belai anaknya dengan lembut, ia cium kening anaknya dengan segenap kasihnya. Kemudian anaknya diam dalam dekapannya, dekapan hangat seorang ibu yang kasihnya tak pernah mati dan ia pun turut terlelap melupakan sejenak perih dan deritannya.
 Dia teringat kembali akan nasib malang yang menimpanya dua tahun yang lalu, disaat dia tengah hamil tujuh bulan, suaminya dengan tega mencampakkan dan meninggakannya karena perempuan lain. Mungkin kelihatnnya terdengar klasik namun kejadian seperti ini sangat banyak dialami oleh para kaum wanita. Seorang suami yang seharusnya mengayomi dan menafkahi istrinya malah menterlantarkan, apalagi waktu itu istrinya sedang mengandung darah dagingnya. Kekerasan dalam rumah tangga sudah banyak terjadi, namun terkadang hanya dianggap sepele oleh sebagian  banyak orang, padahal bukan hanya fisik yang diderita oleh para korbanya tapi juga siksa mental pun ikut mendera.
 Di kota ini dia hanyalah seorang diri, dia tak mau kembali ke kampung halamanya. Dia malu dengan keluarga dan warga kampungnya, apa kata mereka kalau melihat dia pulang tanpa didampingi suaminya padahal dia tengah mengandung. Apalagi sebelum ia dan suaminya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di desa, dia sesumbar akan berhasil di kota perantauan. Namun apa yang terjadi, kini dia hanya menjadi satu diantara beribu-ribu gelandangan yang menambah sesaknya kota metropolitan ini.
Ufuk pagi telah datang dari peraduannya. Menyadarkan setiap insan untuk melakukan hidupnya kembali. Namun disudut kota terdapat dua sosok yang tak tersadar akan datangnya mentari pagi hari ini. Tetesan embun dinginpun tak cukup kuat membangunkan mereka. Tubuh wanita itu telah kaku dan dingin sambil mendekap anaknya yang telah meregang nyawa. Terlihat banyak orang yang berkerumun, menyaksikan kematiannya dan anaknya. Apa dengan keadaan inilah keberadaannya baru disadari oleh mereka! apa dengan keadaan inilah, orang-orang mau melihatnya. Kini ia tak usah lagi menahan derita dan pahitnya hidup. Kini ia tak usah lagi merasakan keperihan akibat tercampakkan. Dan ia kini dapat tersenyum lega memandang raganya. Bersama malaikat maut ia dan jiwanya pergi jauh meninggalkan sebuah kehidupan dalam kematian. Kehidupan yang mungkin jauh lebih baik daripada dunia fatamorgana.

♠♠♠♠♠♠♠♠

Nb: tengoklah sedikit ruang kecil dalam hidupmu

0 komentar:

Posting Komentar

 

Chacha Mari Cha Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare

welcome to chacha blog.