Senin, 30 Januari 2012

Diary Merah Hati Tentang Dia…

Diposting oleh Raissa Indah Hanjani di 23.41
Aku tak pernah bertemu orang seperti dia. Dia terlihat bagaikan pangeran-pangeran yang ada dalam dongeng yang sering aku bayangkan. Aku melihatnya sebagai mimpi yang tiba-tiba hadir dalam relung hidupku. Aku terlalu sulit  mendiskripsikan apa yang aku rasakan. Semuanya terasa begitu aneh namun menyenangkan. Ya! Dia adalah… hemmm…namanya pun aku tak tahu, hari ini aku pertama masuk MOS di salah satu SMP favorit di kotaku. Aku paling gak suka hari pertama karena semuanya begitu baru bagiku, gedung sekolah yang baru, seragam baru, teman-teman yang baru dan semua begitu asing bagiku. Ketika itu semua anak baru dikumpulkan dalam satu aula, disana berkerumun banyak anak yang sibuk mencari teman baru, memperkenalkan dirinya atau mungkin hanya say hay saja, tapi itu tak membuatku tertarik hingga ketika mataku tertuju pada seorang anak laki-laki dan entah mengapa aku tertarik untuk memperhatikannya. Tubuhnya tinggi membuatnya terlihat diantara anak-anak yang lain dan senyumnya ya ampun…suwer aku gak bohong manis banget… dan sejak saat itu hari-hari ku dipenuhi segala sesuatu tentang dirinya.

*******

“Tet…Tet…Tet…”

Bel berbunyi 3X menandakan waktunya pulang sekolah dan itu  bagaikan alunan symphony Ludwig van Beethoven karena suara itu mengakhiri pelajaran matematika yang memusingkan. Segera saja ku bereskan buku-buku tebal yang menumpuk di atas bangku, lalu ku masukkan semua kedalam tas ransel merah.

"Sar, ntar sore jadi ngerjain PR bareng gak?" Ujar Dyah teman sebangku ku. Dia gadis berkacamata yang pintar plus ketua kelas dan aku beruntung bisa duduk satu bangku dengannya namun gara-gara duduk sebangku dengan dia aku pun harus duduk di bangku deretan paling depan karena dia maunya duduk dibangku deretan depan. Pertama karena dia gak kelihatan tulisan di papan tulis kalau dia duduk di belakang, ke dua karena dia adalah anak pintar jadi menurutnya dengan duduk di depan maka akan lebih berkonsentrasi mendengarkan penjelasan guru. Tapi tidak bagiku, duduk di depan membuatku tidak leluasa, mau menguap aja gak bisa dan yang paling nyebelin adalah kalau guru lagi melemparkan pertanyaan dan kenapa anak-anak yang duduk di depan digariskan untuk menjawabnya terlebih dahulu, derita itu tak berhenti sampai disitu, berhubung waktu itu SMP masih mengunakan papan tulis jadi kalau gurunya selesai menerangkan di papan tulis pasti anak-anak yang duduk didepan yang disuruh menghapus dan apesnya tugas menghapus papan tulis selalu saja jatuh padaku.

“Oh…jadi dong, nanti jam 3 sore aku ke rumah mu ya” Ujar ku.
“Okey Sar, sip…” Sahut Dyah.
Akhirnya kami pun keluar kelas. Jika sudah waktu pulang kelas begini sekolah yang tadinya sunyi senyap tiba-tiba mendadak riuh ramai. Aku pun lekas meninggalkan kelas dan segera menuju samping garasi sepeda motor. Ku lihat anak laki-laki itu menghampiri sebuah sepeda motor warna abu-abu metalik. Ditengah siang bolong seperti ini pun dia masih terlihat ganteng. Dia masuk dikelas 1C dan disitu dia menjadi ketua kelas. Ah sayang aku tak sekelas dengan dirinya karena aku dikelas 1F jadinya aku tidak bisa mengenalnya lebih jauh. Tapi entah mengapa hari demi hari aku semakin mengaguminya. Mungkin orang bilang ini hanya cinta monyet, namun aku tak peduli, aku begitu asyik dengan perasaanku sendiri, mendadak aku bagaikan sherlock holmes karena aku tahu semua tentang dia, mulai rumahnya di mana, hobinya apa, makanan kesukaannya apa, warna favoritnya apa, everything about him, I know…
Namun anehnya hingga detik ini aku hanya bisa memandanginya dari jauh tanpa berani menegurnya, tanpa berani menyapanya. Yang tahu perasaanku ini hanya teman sebangku si Dyah. Ya! mungkin aku terlalu pengecut atau mungkin aku memang tidak ditakdirkan untuk bisa bersamanya, bercanda bareng, ngerjakan PR bareng atau bahkan sekedar ngobrol dengannya. Semua itu terasa jauh bagiku karena waktu kelas dua pun kita tidak sekelas, dia masuk dikelas 2F dan aku masuk dikelas 2C. Argggghhhh…kenapa sih gak bisa sekelas dengan dia. Dan lagi-lagi aku hanya bisa memandanginya dari jauh. Melihatnya lewat di depanku saja sudah membuat jantungku berdegup kencang dan denyut nadi ku meningkat menjadi  lebih dari 94 kali permenit. Jujur dia adalah salah satu alasan aku rajin masuk sekolah, hehehe. Semua isi diary ku dipenuhi namanya, segala sesuatu tentangnya yang mungkin menurut orang lain tak penting namun bagiku penting. Hingga pada suatu hari aku memberanikan diri untuk memberinya sebuah hadiah kecil di hari valentine, sebuah coklat berbentuk hati pada kotak cantik berwarna merah.

*******





“Gimana Tik, coklatnya udah lucu belum?” tanyaku berulang-ulang dan mungkin itu membuat sahabatku Tika menjadi bosan.
“Ya ampun…Sari, tu bungkusnya dari tadi kamu buka tutup buka tutup, ntar rusak lho, lagipula yang namanya coklat kan yang penting rasanya bukan lucu gak lucunya, emangnya boneka” sahut si ika sambil sedikit manyun melihat kelakuanku yang hiperpanik.
“Aduh Tik, tapi aku malu, sumpah aku gak pernah ngelakuin ini sebelumnya”
“Jangan bilang kamu gak jadi ngasih, Sari…santai aja kenapa sih, kamukan cuma ngasih coklat dan itu gak akan membuat duniamu kiamat, lagipula tu coklat kalau gak jadi dikasihkan ke dia, buat aku aja deh, aku akan menerimanya dengan suka cita” katanya sambil tertawa.
“idih…itu sih kamunya yang doyan…”
Akhirnya apa yang terjadi, akupun tidak berani memberikannya sendiri, aku titipkan dengan temanku yang kebetulan sekelas dengan si Dia. Aku tetap menjadi pengecut…

*******

Hingga pada akhirnya di hari itu tanggal 28 november  2003, aku bertekat untuk tidak jadi pengecut, aku ingin dia tahu kalau aku suka padanya, aku hanya ingin dia tahu, aku tak peduli dia suka padaku apa tidak, karena aku hanya ingin semua yang terganjal dihati bisa keluar semua. Mungkin sebenarnya dia tahu kalau aku suka padanya karena sering banget dia memergokiku mencuri pandang ke arahnya, ditambah coklat valentine yang pernah ku berikan padanya. Tapi jika aku tidak mengatakannya secara langsung rasanya dada ini sesak banget dan ku putuskan aku harus mengatakannya.
Sewaktu dia mau menuju kelasnya, ku cegat dia di tengah lapangan upacara.
“Bisa kita bisa bicara sebentar” ujarku gugup, panas dingan gak karuan.
“Iya, ada apa?” jawabnya datar.
“Aku mau ngomong sesuatu” ujarku terbata-bata. Ya ampun sumpah kakiku lemes banget, rasanya aku pingin kabur, berlari dan bersembunyi.
‘’Katakan saja disini” ujanya tanpa ekspresi sekali lagi.
“A..ku su…ka kamu…” sambil bergetar bibirku mengucapkan itu, aduh aku lebih memilih mengerjakan PR fisika bertumpuk-tumpuk daripada disuruh mengucapkan kata-kata barusan.
“Maaf, tapi aku gak punya perasaan yang sama denganmu” diapun dengan tenang meninggalkanku.
Dan aku, apa yang terjadi padaku, aku cuma bisa mematung ditengah lapangan kayak orang bego, rasanya tubuhku kaku semua, mati rasa dari ujung rambut hingga ujung kaki, aku tak peduli pada terik matahari yang menyengat ubun-ubunku, sekarang yang kurasa hanya mataku terasa panas menahan air mata yang jatuh, hatiku hancur, sakit, perih, mending aku dimaki-maki seratus orang daripada mendapat perlakuan dari orang yang ku kagumi seperti ini. Dan hingga pada suatu hari aku mendapatkan kabar bahwa dia jadian dengan adik kelasnya, dunia ku pun semakin runtuh dan hancur.

*******
      
Delapan tahun semua itu telah berlalu, ku lihat lagi buku diary usang berwarna merah hati, warnanya sudah pudar dan banyak dari lembarannya yang telah terlepas namun kenangan dari isinya hingga kini tak pernah lekang. Tak sengaja ku temukan lagi di tumpukkan buku-buku SMP yang mau aku loakan. Aku merasakan perih yang sama seperti yang ku rasakan delapan tahun yang lalu. Namun juga ku rasakan lagi mimpi yang dulu pernah memberikan sejuta rasa bagiku. Seperti apa dia sekarang, laki-laki yang pernah menghiasi masa putih biruku, laki-laki yang juga pernah membunuh hatiku sampai mati, dan jujur aku kembali merindukannya…



Dedicated to “Angin”,
 Terimakasih pernah berhembus di hati ku

0 komentar:

Posting Komentar

 

Chacha Mari Cha Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare

welcome to chacha blog.